aku terkejut merasakan percikan hujan yang seakan menampar
wajahku. Mengapa sederas ini? Apakah langit juga merasakan sakit seperti yang
aku rasakan? Sehingga dia menangis seperti aku menangis saat ini? Sesaat udara
terasa sangaat hangat. Akupun tak merasakan lagi kerasnya percikan air hujan.
Namun aku segera tersadar, Kha ada dibelakangku. Tangan kanannya yang besar
Memelukku dengan menyelimuti badanku yang hampir rubuh akibat dinginnya udara
yang membuat darahku beku. Dia seakan tak ingin hujan terus menyakitiku dengan
menadahkan payung untukku. Air mataku semakin tak bisa diam didalam kantung
mataku. Seperti hujan, dia jatuh dengan derasnya. Dengan perlahan Kha berbisik
padaku “waktu akan menjawab semua
pertanyaanmu”
--
3 Tahun yang lalu…
“Mana yang akan kamu
pilih? Chilli kimchi ataau Chicken kimchi?” Aku memperlihatkan buku menu
yang besarnya hampir membuat tangan aku tak dapat mengangkatnya. Kha terlihat
mengerutkan dahinya “aku tak sebegitu
suka pedas, berikan aku Kimchi dengan Ayam”. Aku bahkan tak dapat
melepaskan pandanganku saat dia mencoba berfikir menu makan siang Kami saat
itu.
Mataku terus berputar. Larutnya malam tak membuatku memiliki
rasa kantuk. Isi kepalaku hanya ingin memutar kembali kejadian tadi siang yang
membuatku merasa seperti orang gila. Aku mulai mencatat apa-apa saja yang dia
suka, benda apa yang dia inginkan, atau mungkin harapan dia bersamaku? Aah,
semua ini membuat ibuku hampir saja membawaku paksa ke Dokter ahli jiwa.
Waktu terasa singkat. Aku melewati hariku dengan penuh kebahagian.
Rasa cinta Kha yang begitu besar untukku membuat aku tak pernah ingat kapan
terakhir dia marah dengan sifat kekanak-kanakanku. Kita seakan membuat dunia
membenci kita. Benci karena tidak ada yang bisa membuat kita terpisah dan benci
karena hampir tidak ada yang bisa saling mencitai seperti layaknya aku dan Kha
saling mencintai.
Sore itu, seperti biasa aku duduk dengan segelas coffee cream
buatan ibuku. Terlalu banyak yang sedang aku fikirkan. Aku merasa semakin hari
aku semakin membutuhkan Kha. Sedang apa dia sekarang? Apakah dia juga sedang
memikirkanku saat ini? Semua terasa lengkap. Orang tua yang mencintaiku,
keluarga yang selalu ada untukku. Daan, hehe pipiku selalu merah jika
mengingatnya. Kha yang selalu membantu dan mengerti aku. Tunggu dulu, aku
seperti mendengar suara kendaraan Kha. Aku segera keluar untuk memeriksa.
Leganya ternyata pendengaranku masih amat sangat baik. Aku melihat Kha tengah
mencium tangan ibuku dan sesaat senyum simpul ke arahku. Terimakasih Tuhan, aku
begitu merasakan besarnya cinta Kha untukku.
tak seperti biasanya, Aku melihat ada yang berbeda dari sinar mata Kha. Ada apa ini?
Apakah akan ada sesuatu yang buruk terjadi? Bagaimana kalau Kha mengatakan hal
yang tak ingin aku dengar? Jantungku berdetak sangat keras memikirkan banyak
sekali hal buruk yang akan terjadi. Padahal, itu mungkin salah. Tapi otakku
seakan mudah saja membuat hipotesa – hipotesa buruk dengan kemauannya sendiri.
“Gee” terdengar rapuhnya suara Kha. Aku hampir tak pernah melihat
keraguan berkecamuk pada diri Kha.
“Apakah ada sesuatu yang ingin kamu bicarakan?” aku gelisah. Aku bahkan
tidak dapat menyusun kata menjadi kalimat yang baik untuk berbicara kepada Kha.
“Aku harus pergi untuk bekerja. Perusahaanku juga menjanjikan aku untuk
bisa meneruskan pendidikan tinggiku disana. Di Amerika”. Aku semakin tak
bisa berkata-kata. Aku senang dengan kesempatan yang Kha dapat. Tapi, kenapa
harus Amerika? Negara yang aku sendiri tidak pernah bayangkan. Yang selama ini
hanya aku lihat di brosur – brosur perjalanan wisata. Aku tak ingin Kha pergi.
Dia akan melupakan aku jika kita terpisah jarak sejauh itu. Tapi apakah aku
akan terlalu jahat untuk orang yang selama ini aku cinta? Terlalu jahat karena
tidak membiarkan dia mengambil kesempatan emasnya?.
“Berapa lama?” air mataku menetes.
“aku tidak bisa menjanjikan. Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin untuk
menyelesaikan semua urusan ku disana dengan cepat. Aku harus pulang secepatnya.
Untuk keluargaku, untuk Kamu”. Suara Kha kali ini terdengar sangat lantang
dan penuh keyakinan. Aku semakin tak kuasa untuk menahan dia pergi.
”Tapi bagaimana dengan aku? Bagaimana dengan hubungan kita?”
bodohkah pertanyaan itu meluncur dari mulutku? Apa reaksi Kha mendengar hal
ini?
“sayang, kita akan baik – baik saja. Kamu akan baik – baik saja. Aku yang
menjamin. Kamu harus percaya jika kita akan selalu baik – baik saja” Kha
yang selama ini benci melihat aku menangis, kali ini dia adalah orang yang
pertama kali mengusap air mataku.
“Bagaimana jik tidak? Bagaimana jika ternyata aku tersakiti? Bagaimana jika
saat aku tidak tahu apa yang kamu lakukan ada perempuan lain yang justru akan
memberikan perhatian lebih disana? Bagaimanaaa?”. Aku tak dapat menahan
tangisku. Aku histeris membayangkan sesuatu yang mungkin saja tidak akan pernah
terjadi.
“Kenapa kamu menjadi wanita yang sangat berlebihan? Aku sudah ingatkan
kamu untuk membuang semua fikiran buruk kamu terhadapku. Aku kesini, baik –
baik untuk memberitahu kamu, orang yang selama ini aku cintai. Aku tidak ingin
ada 1 halpun terlewat untuk aku bagi bersama kamu!!”. Aku terkejut melihat
Kha seperti itu. Matanya merah. Aku bahkan tidak tahu apakah itu luapan
marahnya atau karena tak kuasa menahan air matanya? Kha tidak pernah seperti
ini. Salahkah aku?
‘ooh ya? Bagaimana jika aku tidak mengizinkan? Bagaimana jika aku minta
agar kamu tetap disini menemani aku. Wanita yang sangat kamu cintai?” aku
tak sadar jika aku akan seegois ini. Hanya satu yang aku fikirkan. AKU TAKUT
KEHILANGAN KHA.
“Aku akan tetap pergi”
tanpa rasa takut meninggalkanku, Kha dengan cepat berlalu begitu saja.
--
Setahun berlalu, aku masih ingat pertemuan terakhirku dengan Kha
yang diakhiri dengan pertengkaran hebat. Aku bahkan tidak memiliki kemauan untuk
mengantarkannya ke Bandar Udara saat dia harus pergi. Namun sesaat setelahnya hanya rasa sesal yang
bisa aku pendam. Kha masih menjadi cinta yang sampai saat ini aku rasa adalah
miliku. Hubungan kami tidak terlalu baik. Berkurangnya intensitas komunikasi dan jarak yang
tak terhitung dengan jari-jariku mungilku membuat kami terasa asing. Kha terlalu sibuk
dengan pekerjaannya. Aku benci mengetahui bahwa, laki – laki yang selama ini
menganggapku cinta sejatinya tak ada saat aku memerlukannya. Tak punya waktu
saat aku ingin berbicara dengannya. Kha dengan segala pekerjaannya yang terus
memutari otaknya seakan tak sabar menanggapi tingkahku.
Hari ini aku berulang tahun. Biasanya, Kha akan datang untuk
memberikan aku sesuatu. Tapi kali ini, Kha berada ditempat yang sekarang adalah
tempat yang aku benci. Tempat yang menjadi alasan aku dan Kha harus terpisah
jarak. Tidak ada pesan dari Kha. Bahkan sampai se sore ini. Apakah dia masih
bekerja? Atau, dia memang tak peduli lagi denganku? Jika begitu, aku akan
sangat membencinya.
Aku coba membuka surat elektronik Kha yang sejak dulu bisa
ku akses karena memiliki kata sandinya. Aku melihat banyak sekali tugas dan
pekerjaan yang harus Kha kerjakan. Tapi, tunggu dulu. Akun yang memiliki nama
wanita ini membuatku penasaran. Apakah ini berhubunghan dengan pekerjaan? Aah
kubuka sajalah. Toh Kha tidak akan mengetahuinya karena sebenarnya surat itu
telah terbaca. Aku menemukan perbincangan mereka yang tidak semestinya
menurutku. Mereka terlalu dekat. Tidak ada pembicaraan mengenai pekerjaan. Apa
ini? Aku tidak bisa menerimanya. Telepon Kha tidak dapat dihubungi. Segera aku
telfon ke apartemen tempat dia menginap. Aku mulai tidak dapat berfikir
rasional. Aku minta telfon itu segera dihubungkan kepada Kha. Tepat!! Dia ada
diapartemennya. Tapi kenapa dia tidak menjawab telfonku? Kenapa juga dia tidak
menghubungiku? Fikiranku semakin kacau. Sesaat Kha mengangkat,
“Hallo”
“darimana saja kamu? Kamu bahkan tidak memberikan aku ucapan selamat
ulang tahun. Kamu sama sekali tidak menghubungiku dan aku tidak dapat
menghubungimu. Aku melihat kamu berbincang dengan perepuan di surat
elektronikmu. Apa yang ada difikiranmu? Kenapa kamu tidak mempedulikan aku?”
kata – kata ku membuat aku seperti orang yang sedang membabi buta
“selamat ulang tahun sayang. Semoga bisa terus menjadi yang terbaik. Aku mencintai kamu Gee” seakan tidak ada masalah yang terjadi Kha santai berucap.
“maafkan aku, aku sedang sangat sibuk. Aku akan kembali saat musim
dingin. Kita akan bertemu dan merayakan ulang tahunmu.” Lanjut Kha
“aku tidak akan memaafkanmu. Kita akan berakhir. Ingat itu!!”
“apa kamu serius dengan apa yang kamu katakan? Sayang coba berfikir,
jangan turuti egomu. Aku akan kembali, aku janji. Kita akan baik – baik saja”
Kha mencoba meyakinkanku.
“kamu kembali sekarang atau kita akan benar – benar berakhir” segera
aku tutup telfonku.
Aku menyesal, kenapa tadi harus ku tutup telfonnya? Kenapa
kesempatan tadi tidak aku gunakan untuk berbicara banyak dengan Kha? Tuhan,
bantu aku. Maafkan aku Tuhan. Aku ceroboh. Rasa sesal terus membayangiku. Aku
lelah, aku kesepian, aku sedih. Aku ingin Kha, sekarang.
--
“Kenapa kamu menjadi seperti ini?” suara lembut Kha terdengar
berbisik ditelingaku.
“Kenapa kmu berkhianat? Kenapa kamu meninggalkanku?” Aku kembali
histeris.
“Aku tidak pernah meninggalkanmu. Aku sudah menjelaskan alasan aku
pergi. Dan wanita di email itu hanya teman lamaku. Kamu harus percaya aku.”
Kha hampir menangis
“Sesak rasanya mengetahui wanita yang selama ini aku sayang menjadi
wanita yang tidak lagi membuatku merasa nyaman. Maafkan aku, aku harus benar –
benar pergi.” Kha melanjutkan
Segera aku menarik tangan Kha dan
bertanya, “apa maksudmu? Kamu ingin
mengakhiri semuanya?”
“aku tidak ingin. Tapi aku harus” Kha pergi ditengah hujan lebat
diluar
“jangan tinggalkan aku, kembali Kha. Aku ingin terus bersama kamu”
aku mengejarnya.
“Kenapa? Kenapa kamu harus menyesal sekarang? Saat aku rasa kita sudah
tidak bisa bersama? ”Kha pergi secepat kilat dengan kendaraannya.
Aku merasa sekarang petir benar - benar menyambarku. Aku menyesal. Aku tidak tahu apa yang sudah aku lakukan. Aku
sangat mencintai Kha. Tuhan, bawa Kha kembali.
Percikan hujan terasa seakan menampar wajahku. Mengapa sederas
ini? Apakah langit juga merasakan sakit seperti yang aku rasakan? Sehingga dia
menangis seperti aku menangis saat ini? Sesaat udara terasa sangaaat hangat.
Akupun tak merasakan lagi kerasnya percikan air hujan. Namun aku segera
tersadar, Kha ada dibelakangku. Tangan kanannya yang besar Memelukku dengan
menyelimuti badanku yang hampir rubuh akibat dinginnya udara dan membuat
darahku beku. Dia seakan tak ingin hujan terus menyakitiku dengan menadahkan
payung untukku. Air mataku semakin tak bisa diam didalam kantung mataku. Seperti
hujan, dia jatuh dengan derasnya. Dengan perlahan Kha berbisik padaku “waktu akan menjawab semua pertanyaanmu”
--
aku terbangun. Aah ternyata pertemuan aku dengan Kha hanya bunga tidurku semalam. Tapi, Akankah mimpi
itu menjadi nyata? Semoga saja tidak. Aku segera keluar kamar. Aku lihat Ibuku
tersenyum kearahku sambil menyiapkan sarapan. Diruang tengah, Ayah yang hendak
berangkat kerja menyempatkan diri untuk menyaksikan tayangan berita televisi.
“Ka, sini. Ada kecelakaan
pesawat. Pesawat dari Amerika menuju Korea. Waaah mengerikan sekali ya? Semua
penumpang tewas.” Ayahku memanggilku dan memintaku untuk ikut serta
menyaksikan berita yang sedikit membuatku tercengang pagi itu. Ayah dan aku
terus menyaksikan acara itu. Entah kenapa aku merasa aku harus memperhatikan
setiap detail berita kecelakaan
pesawat yang membuat Ayah menunda sarapannya. Saat televisi menampilkan nama –
nama korban aku tertegun. Apakah iya? Apakah nama Kha yang aku liat di televisi
itu adalah seorang Kha yang aku kenal? Tidak, tidak mungkin. Kha mengatakan
kalau ia akan pulang saat musim dingin. Itu bukan Kha aku. Bukan Kha yang aku
cinta. Ayah yang juga memperhatikan berita sejak tadi segera menarik tubuhku yang lemas. Sekarang Kita berdua ada dimobil yang aku sendiri tak tahu akan membawa ku kemana. Ayah juga
menelfon temannya yang bekerja di Bandar udara Internasional. Aku seperti
kehilangan tenaga. Adakah tempat seperti surga untukku meletakan tubuh lemasku?
Aku hanya melihat Kha diotakku. Tuhan, ada apa ini? Tuhan tolong beri aku
jawaban segera, sekarang!! Air mataku menetes. Sesekali aku merasa Ayah melihat kearahku.
Sesampainya di Bandar Udara, terlihat seseorang pria seumuran Ayah menghampiri dan mengangguk kepada Ayah. Seperti mengiyakan sesuatu. Ayah segera memelukku.
Aku masih belum sadar apa yang sedang terjadi. Kha, aku mohon temui aku
seperti kita bertemu di mimpiku semalam.
Aku mohon.
--
Malam itu, malam dimana aku marah dan meminta Kha untuk segera
kembali. Kha segera ke Bandar Udara untuk membeli tiket penerbangan terakhir ke
Korea. Kha, laki – laki itu terbang dengan pesawat yang baru tadi pagi aku tahu
jatuh dan menewaskan seluruh penumpangnya.
Aku benar – benar menyesal, tidak tahu apa yang harus aku
lakukan. Tuhan, aku tahu engkau disana. Bantu aku dan berikan aku jawaban. Aku
tidak ingin waktu terlalu lama memberi tahu aku. Aku takut, jika Aku menunggu
waktu seperti yang dikatakan Kha dimimpiku itu akan membunuhku secara perlahan.